Ergonomi
BAHAN BELAJAR 2 LINGKUNGAN BELAJAR
MEMECAHKAN MASALAH LINGKUNGAN BELAJAR MELALUI ERGONOMI
ERGONOMI DALAM PERSPEKTIF LINGKUNGAN BELAJAR
Ergonomi menjadi isu utama dalam interaksi antara manusia dengan lingkungan. Interaksi manusia dengan lingkungannya dimulai dengan interaksi terhadap benda penyusun dimensi semisal panjang, lebar, waktu, beban tugas dan lain-lain hingga interaksi terhadap benda kongkrit seperti pakaian, alat kerja dan lain-lain. Menurut park (2012) manusia berinteraksi dengan lingkungan sekitar mereka melalui ranah sosial dan fisik. Penjelasan secara empiris, yang sering dipaparkan oleh para ahli ergonomi adalah di lingkungan kerja yang tidak menguntungkan atau berbahaya, akan mempengaruhi kenyamanan , keamanan, dan kinerja seseorang. Penjelasan yang lebih umum adalah Ergonomi mengalami transformasi yang luar biasa dalam semua aspek. Meskipun keberhasilan keilmuan ergonomi kontribusinya baru dianggap terbatas dalam bidang kesehatan. Aspek ergonomi selain untuk bidang kesehatan umumnya hanya digunakan sebagai pertimbangan aksesibilitas perangkat, keefektifan pembiayaan serta isu ramah pengguna.
Ergonomi merupakan bidang yang mendapat kontribusi dari multidisiplin keilmuan. Menurut Kim (2014), kontribusi yang mempengaruhi ergonomi adalah dari psikologi, teknik, biomekanik, biology, desain industri, fisiologi dan antropometri. Hal ini diperkuat oleh International Ergonomic Association (IEA,2014) memaparkan bahwa keilmuan Ergonomi sudah biasa dilakukan pada berbagai institusi. Secara umum adalah untuk memaksimalkan efisiensi dan kualitas hasil kinerja. Dengan meningkatkan keselamatan kerja dan kinerja, ergonomi terus menjadi masalah besar bagi berbagai institusi.
Ergonomi dalam bidang pembelajaran merupakan upaya meningkatkan kinerja pebelajar melalui lingkungan belajar. Isu tersebut dikemukaan oleh MeVey (2001) yang menyatakan bahwa ergonomi bukan hanya menyatakan hubungan antara manusia dengan pekerjaan saja. Ergonomi secara keilmuan merupakan aktivitas mental dan fisik kinerja manusia dalam lingkungannya. Keberadaan keilmuan ergonomi dalam dunia pembelajaran merupakan cara memaksimalkan pembelajaran, dan mengupayakan bagaimana lingkungan pembelajaran, termasuk alat- alat dan perlengkapan, dapat dirancang untuk meningkatkan keamanan, kenyamanan, keefektifan dan efisiensi pembelajaran. Kajian keilmuan ergonomi dalam bidang pembelajaran dilihat dari sisi psikologi menurut Santrock (2004) adalah membangun hubungan pebelajar dan lingkungan belajar yang positif sehingga meningkatkan kinerja pembelajaran. Psikologi memandang ergonomi dari aktivitas pebelajar secara mental terhadap lingkungan belajar. Pandve (2014) menjelaskan biologi memandang ergonomi adalah keilmuan yang berupaya merancang lingkungan belajar sesuai dengan kondisi tubuh pebelajar. Biologi secara keilmuan mengupayakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman bagi pebelajar. Sehingga ergonomi dari sisi keilmuan biologi merupakan ilmu terapan yang merancang lingkungan belajar dan prosedur untuk efisiensi dan keamanan maksimum bagi pebelajar.
Perkambangan kajian lingkungan belajar dalam asosiasi teknologi pendidikan dan pembelajaran mulai mengerucut pada lingkungan yang dibuat dan dikondisikan secara ergonomi diperuntukkan dalam rangka memenuhi kebutuhan belajar dan pembelajaran. Menurut Januszewski dan Molenda (2012: hal 41) Pengembang teknologi pendidikan dan pembelajaran harus mampu memfasilitasi pembelajaran dengan menciptakan, menggunakan, mengevaluasi dan mengelola lingkungan belajar secara efektif. Lingkungan belajar dalam teknologi pendidikan dan pembelajaran dikembangkan berdasarkan prinsip pembelajaran dan hasil penelitian yang secara etika mengacu pada prinsip ergonomi yaitu untuk meningkatkan kesehatan, keselamatan, dalam mewujudkan kinerja belajar terbaik serta lingkungan yang terbuka untuk mengakses ke sumber daya. Lingkungan belajar yang menggunakan prinsip ergonomi dalam merupakan lingkungan belajar ideal untuk menumbuhkan komunitas belajar dengan memberdayakan pebelajar dengan latar belakang, karakteristik, dan kemampuan yang beragam
Pembelajaran merupakan proses pengalaman belajar yang berakibat pada perubahan pengalaman untuk jangka waktu tertentu. Schunk (2011:5) memaparkan bahwa pembelajaran memiliki kriteria yaitu 1) Pembelajaran melibatkan perubahan, 2) pembelajaran bertahan seiring waktu, dan 3) Pembelajaran terjadi melalui pengalaman. Ketiga kriteria tersebut menjelaskan bahwasanya pengukuran terhadap hasil pembelajaran bukan hanya diperoleh dari hasil belajar pebelajar saja, namun diperhitungkan proses dan faktor-faktor yang mempengaruhi. Perubahan pada pebelajar dapat terjadi apa bila pebelajar melakukan proses mendapatkan pengalaman belajar dalam sebuah lingkungan belajar. Pengalaman belajar yang diperoleh pebelajar akan bertahan dalam jangka waktu tertentu hingga pebelajar memperoleh pengalaman belajar yang baru dari lingkungan belajarnya. Kenyamanan lingkungan belajar bertujuan memperoleh pengalaman belajar yang lebih baik.
Paradigma behavioral dan teori kognitif memiliki perbedaan dalam menempatkan lingkungan belajar. Schunk (2011:33) dan Bandura (1986:23) menjelaskan bahwa dalam teori behavioral dan teori kognitif lingkungan belajar dapat mempengaruhi perilaku belajar individu. Pada teori behavioral menjelaskan penguatan perilaku pebelajar dilakukan dengan memberikan stimulus untuk mendapatkan respon, sehingga dalam pandangan tersebut teori behavioral menjelaskan bahwa keberhasilan pembelajaran didukung oleh peranan lingkungan belajar. Teori behavioral menganggap lingkungan belajar selain sebagai latar, juga dipandang sebagai stimulus, walaupun yang utama atau terkait pengamatan pada teori behavioral adalah respon. Namun, secara umum dalam teori behavioral, pebelajar hanya sebagai objek dalam pembelajaran. Sebaliknya pada teori kognitif yang dijelaskan oleh Pintrich (1986:611-651) kondisi lingkungan sangat mempengaruhi pembelajaran karena dalam teori ini memandang pengajar, buku, pengajaran, ruang dan lain-lain berfungsi sebagai input lingkungan belajar bagi pebelajar. Peranan lingkungan belajar terlihat sangat dominan pada saat pebelajar menjadi subjek dalam belajar. Teori kognitif menjelaskan kognisi, keyakinan, nilai dan perasaan pebelajar saat melakukan aktivitas belajar.
Penelitian dan opini menjelaskan adanya pengaruh lingkungan belajar terhadap belajar dan pembelajaran. Teori neurosain yang dipaparkan oleh Schunk (2011:60) adalah lingkungan belajar mempengaruhi pebelajar melalui seluruh input indrawi akan menuju talamus. Informasi yang diperoleh dari input-input indrawi pebelajar diolah oleh talamus dan informasi yang sesuai atau dibutuhkan akan diteruskan ke cerebral cortex. Pengolahan bahkan perubahan informasi yang sesuai dan dibutuhkan oleh talamus dikenal dengan proses persepsi. Sehingga antara input indrawi dengan yang diterima oleh cerebral cortex bisa sama atau tidak tergantung karena adanya proses persepsi. Persepsi pebelajar inilah yang menjadi landasan dalam neurosains kognitif bahwa faktor lingkungan belajar dapat mempengaruhi persepsi kenyamanan pebelajar. Bandura (1995:261) dalam teori sosial kognitif menjelaskan bahwa lingkungan belajar dengan perilaku pebelajar saling mempengaruhi. Secara konsep, bahwa mekanisme kontrol kegiatan belajar dan pembelajaran berpusat pada pemikiran pebelajar akan melibatkan situasi lingkungan belajar. Pada teori kognitif sosial juga menjelaskan adanya konsekuensi yang dihasilkan lingkungan belajar dipengaruhi oleh tindakan pebelajar dalam mengelola dan mengorganisasi lingkungan belajar. Pernyataan ini menjelaskan lingkungan belajar dengan perilaku belajar saling memberikan pengaruh. Bandura (2002:209-238) menjelaskan pula bahwa dukungan dari lingkungan yang dilengkapi dengan sumberdaya yang sesuai mampu memberikan memotivasi untuk merubah prilaku belajar. Bandura (2003:167-173) memaparkan bahwa banyak pebelajar secara sengaja atau tidak sengaja, belajar dari model-model yang ada dalam lingkungan belajarnya. Damanik (2012) menjelaskan secara praktis bahwa kreativitas sumber daya manusia dihasilkan dari lingkungan pembelajaran mampu menghadirkan atmosfer yang menunjang munculnya kreativitas. Lingkungan belajar tersebut berupa ruang perpustakaan terbuka, ruang kelas yang baik dan lain-lain. Ketidaknyamanan pebelajar dalam lingkungan belajar, dengan indikator keluhan-keluhan dari pebelajar, dijelaskan oleh andri (2012) sebagai wujud depresi pebelajar yang diakibatkan faktor adanya stress lingkungan, pekerjaan yang mempengaruhi kepribadian. DePorter (2010) menjelaskan bahwa lingkungan kelas yang ergonomi mempengaruhi kemampuan fokus dan penyerapan informasi bagi pebelajar.
KENYAMANAN LINGKUNGAN BELAJAR
Lingkungan belajar secara ergonomi dipandang sebagai desain fisik lingkungan belajar berkaitan dengan kontek sosial lingkungan belajar tempat pebelajar berinteraksi dengan sumber belajar. Pengelolaan dan pengorganisasian lingkungan belajar memungkinkan terjadinya peningkatan aktivitas belajar atau justru menjadi pengganggu aktivitas belajar. Gambaran ekstrim sebagai contoh dan dampak desain lingkungan belajar secara ergonomis adalah suatu tempat kerja dominan gelap memungkinkan peningkatan fokus dan penyerapan munculnya komunikasi tipe visual. Sehingga alat penglihatan pebelajar akan menjadi sensor indrawi yang efisien terhadap informasi visual. Aspek lingkungan fisik secara ergonomi yang layak untuk dipertimbangkan adalah kasus kebisingan (kondisi gangguan kemampuan untuk fokus dalam menyerap informasi sinyal pendengaran), panas, pencahayaan (dalam kondisi lingkungan pada tingkat cahaya yang terlalu kontras, dan silau). Dampak tidak diperhatikannya kondisi lingkungan belajar secara fisik adalah menyebabkan depresi dan perilaku stress pebelajar.
Kenyamanan individu dalam lingkungan belajar meningkatkan kapasitas belajar dan pembelajaran bagi individu. Konsep kapasitas yang dikemukakan oleh McLean dkk (2005) merupakan struktur eksplorasi aksi dan pembelajaran. Kapasitas dalam kaitannya dengan pembelajaran juga bisa dimaknai dengan kualitas atau karakteristik yang memungkinkan pebelajar untuk melakukan sesuatu. Manusia merupakan makhluk sosial. Sehingga konsep meningkatkan kapasitas pembelajaran memang tidak ditentukan hanya oleh kualitas dan karakteristik individu. Oleh karena itu, peningkatan kapasitas pembelajaran pada individu, untuk bertindak, berpikir dan lain-lain, justru dimediasi oleh lingkungan belajar. Ketika melihat kapasitas individu untuk praktek kegiatan yang kompleks seperti yang berkaitan dengan peningkatan pembelajaran, maka lingkungan belajar dan konteks sosial memerlukan pengaturan dan pengorganisasian. Sehingga secara konsep, kenyamanan merupakan hasil pengelolaan dan pengorganisasian lingkungan belajar dan konteks sosial yang kemudian mampu memperbesar kapasitas individu dalam mengembangkan kapasitas untuk meningkatkan kualitas dan karakteristik belajar dan pembelajaran.
Instrumen kenyamanan lingkungan belajar secara ergonomi merupakan perangkat pengukur kenyamanan yang dikaitkan dengan kondisi-kondisi fisik lingkungan belajar. Kenyaman lingkungan belajar perlu dielaborasi dari sisi perilaku belajar individu yang berasas keilmuan ergonomi dan persepsi pebelajar. Asas keilmuan ergonomi merupakan salah satu landasan yang logis dan mampu diterima sebagai standar kenyamanan lingkungan belajar secara universal. Ergonomi secara teknis juga dapat dikaitkan dengan keilmuan neurosains pada konsep persepsi kenyamanan pebelajar. Sehingga konsep tersebut juga dapat digunakan sebagai landasan kenyamanan yang bersifat humanis. Ergonomi dan persepsi individu merupakan satu kesatuan teori yang dapat digunakan untuk memberikan landasan pengembangan program pengukuran kenyamanan lingkungan belajar. Bagaimana memberikan penjelasan secara logis, sistematis dan terukur terhadap keefektifan dan efisiensi lingkungan belajar dalam meningkatkan kapasitas belajar mahasiswa merupakan salah satu perangkat penting bagi para stakeholder, perancang dan praktisi belajar dan pembelajaran.
Kenyamanan lingkungan belajar belum dapat diukur pada kondisi mahasiswa yang memiliki beban psikologis. Menurut Praherdhiono (2014) beban psikologis mahasiswa dengan intesnsitas tinggi adalah ketergantungan kegiatan belajar dan pembelajaran mahasiswa terhadap sosok hingga perilaku dosen. Penelitian pada sekelompok mahasiswa prodi Pendidikan Luar Biasa Universitas Negeri Malang menunjukkan bahwa kenyamanan lingkungan belajar secara on-line baru dapat diukur setelah mahasiswa berada pada kondisi cyberwellnes .Kondisi cyberwellnes merupakan kondisi pebelajar yang menerima dan telah berada di dalam lingkungan belajar secara on-line. Mahasiswa telah terbebas dari dominasi dosen baik berupa ketakutan karena karakter dosen, beban tugas belajar yang tidak terukur, ketakutan untuk berbagi dan bertanya dan kondisi lainnya yang sejenis. Temuan tersebut menguatkan bahwa program pengukuran kenyamanan lingkungan belajar perlu dilakukan lebih rinci dan spesifik. Pengukuran kenyamanan pebelajar pada lingkungan belajar berbasis ergonomi, tidak dapat diukur dalam setiap kondisi acak. Dominasi salah satu faktor psikologis yang berlebihan, akan menyebabkan faktor fisik secara ergonomi seperti suhu, pencahayaan, suara dll bukan lagi menjadi faktor kenyamanan lingkungan belajar.
Pengembangan standar program pengukuran kenyamanan lingkungan belajar berbasis ergonomi merupakan standar tahapan pengukuran yang dapat menjelaskan persepsi kebutuhan mahasiswa terhadap lingkungan belajar fisik. Pengembangan standar tahapan program pengukuran yang dikembangkan dapat memberikan informasi kenyamanan lingkungan belajar berbasis ergonomi berdasarkan persepsi pebelajar yang dilandasi dengan instrument-instrumen pengukuran yang valid. Sehingga hasil pengukuran dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Informasi kebutuhan tingkat kenyamanan pada lingkungan belajar berbasis ergonomi merupakan kebutuhan mendasar bagi pengelola atau lembaga penyelenggara pendidikan dan pelatihan. Pengerjaan pengembangan bangunan, ruang dan interior ruang merupakan program yang berkelanjutan dan menjadi indikator pelayanan lembaga pendidikan dan pelatihan terhadap pebelajar. Standar pengukuran kenyamanan lingkungan belajar berbasis ergonomi juga merupakan metode pengukuran terhadap persepsi pebelajar yang tidak dalam beban psikologis tertentu, terhadap lingkungan belajar berbasis ergonomi. Sehingga pengembangan standar program pengukuran kenyamanan lingkungan belajar juga merupakan cara ilmiah untuk menggambarkan persepsi mahasiswa yang hanya dipengaruhi oleh lingkungan belajar berbasis ergonomi.
PRINSIP ERGONOMI
- Fisik Ruang
- Ukuran ruangan.
Ukuran ruang belajar-mengajar harus sedemikian rupa sehingga nyaman mengakomodasi jumlah yang dibutuhkan pebelajar, ruang untuk mengajar instruktur. stasiun dan aparat, dan kegiatan yang direncanakan untuk ruang tersebut. Jika kegiatan ini dimaksudkan termasuk menggunakan media, maka ruang tambahan harus disediakan untuk setup dan penggunaan peralatan dan untuk apa pun ruang kosong lantai diperlukan untuk menjaga pemirsa dari yang duduk terlalu dekat dengan permukaan layar, yaitu, kapur dan papan penanda, proyeksilayar, monitor televisi, dan sebagainya (McVey, 1985).
- Pengaturan dan Interaksi Sosial.
Pengaturan tempat duduk memiliki peran penting dalam menentukan interaksi sosial di ruang kelas. Contoh kasus adalah pebelajar mengalami perasaan kesetaraan dan keseragaman ketika duduk mengelilingi meja persegi panjang lebih besar daripada ketika pebelajar duduk secara melingkar/berhadapan (Bass & Klubeck, 1952). Interaksi sosial dalam pengaturan tempat duduk dipengaruhi oleh penempatan, jarak, serta postur dan kesan fisik lainnya (Steinzor, 1950).
- Kapasitas, Konfigurasi, dan Ukuran.
Kapasitas dan konfigurasi adalah faktor utama dalam menentukan ukuran ruangan. Mengingat berbagai potensi interaksi yang tersedia Tessmer dan Harris (1992) merekomendasikan bahwa perencana fasilitas memberikan ruang yang cukup untuk mengakomodasi pola tempat duduk. Di sektor perguruan tinggi, pemerintah, dan bisnis, alasan utama adalah anggaran. Namun data ergonomis yang relevan telah berhasil digunakan dalam mengatasi argumen ini. Tantangan yang lebih besar adalah dengan sektor sekolah umum. Alasan untuk ini adalah bahwa banyak negara membutuhkan kepatuhan yang ketat untuk mereka sendiri, standar bahwa dalam kebanyakan kasus ergonomi ruang kelas adalah ruang dikembangkan sebelum komputer digunakan dan sebelum guru termotivasi untuk menggunakan berbagai pengaturan tempat duduk kelas dalam metodologi pengajaran mereka . Studi ergonomis dapat memberikan pedoman ruang lebih tepat.
- Kursi, Meja tulis, dan Workstation Komputer
- Desain Kursi.
Tempat duduk merupakan faktor penting dalam menentukan kenyamanan relatif pebelajar dan efektivitas sebagai perseptor, perekam, dan pengolah informasi. Selain itu, ada sejarah panjang bukti bahwa duduk yang tidak benar dapat mengakibatkan perkembangan rangka yang tidak tepat pada anak-anak antara usia 11 dan 16 (CCSE, 1938). Sejak kursi perlu mengakomodasi dimensi tubuh dari mereka yang menggunakannya, sebagian besar sekolah memerlukan berbagai ukuran kursi. Sebuah kursi seharusnya memiliki kontur cekung sederhana sehingga berat badan individu didistribusikan secara merata.
- Meja, Workstation Komputer, dan Postur Kerja.
Desain meja dilihat dari dari gaya menulis, membaca, dan permukaan kerja memberikan kontribusi untuk kenyamanan operasional individu dan efektivitas. Horisontal menulis dan membaca yang tidak ergonomi memaksa pebelajar untuk membungkuk ke depan berlebihan, pengaturan tekanan dalam sistem mereka kerangka dan visual yang dapat menyebabkan pencernaan, masalah pernapasan, visual, dan postural (Harmon, 1951).
- Akustik Lingkungan
Sejumlah sumber yang dapat membantu perencana fasilitas dan desainer menciptakan akustik yang tepat untuk ruang (Yerges, 1969; Doelle, 1972). Generalisasi berikut ini berlaku: bentuk Sebuah ruang yang mempengaruhi akustiknya. Umumnya direkomendasikan bahwa setengah bagian depan dari ruang tersebut reflektif akan akustik, dan setengah belakang ruangan akan akustik serap sehingga gelombang suara tidak akan dipantulkan kembali ke bagian depan ruangan. Kondisi ini biasanya dapat dicapai dengan meletakkan ubin akustik di bagian belakang sepertiga dari langit-langit dan karpet akustik atau materi yang menyerap suara di dinding belakang belakang dan samping. Kebisingan, yaitu suara yang tidak diinginkan, umumnya tidak diinginkan dalam lingkungan belajar. Beberapa hal mempengaruhi suara yang tidak diinginkan berakibat kejengkelan, gangguan, atau gangguan komunikasi, dll (Eggleton, 1983).
- Sistem suara
Suara meningkatkan persepsi visual dengan memberi kontras dan menambahkan informasi. Suara dapat digunakan untuk mengarahkan perhatian pada unsur-unsur visual yang terkait (Broadbent, 1958). Orang cenderung untuk posisi tubuh mereka dalam garis langsung dengan sumber yang jelas dari suara. Oleh karena itu, dalam menyiapkan alat bantu audiovisual, harus mengkoordinasikan penempatan loudspeaker proyektor dengan gambar yang diproyeksikan dan, tempat duduk kelas. fakta yang terkenal bahwa amplifikasi audio dan sistem distribusi dapat memberikan kontribusi pada efektifitas bahan audiovisual. Sebuah sistem yang baik pemutaran suara harus mereproduksi baik monophonic dan sinyal stereo dan memiliki kekuatan yang cukup, sensitivitas yang baik, distorsi rendah, dan respon frekuensi yang halus. Idealnya, seperti disebutkan di atas, suara diperkuat akan muncul untuk berasal dari area tampilan informasi (misalnya, layar proyeksi). Dalam auditorium dan ruang pendidikan lain di mana masyarakat cenderung berkumpul untuk acara khusus, ketentuan untuk perangkat mendengarkan bantu harus disediakan.Karena terdapat berbagai jenis yang berbeda, dengan masing-masing jenis memiliki fitur unik, direkomendasikan bahwa sebuah studi rinci tentang kebutuhan khusus fasilitas dan penghuni kemungkinannya dilakukan sebelum sistem spesifik digunakan.
- Pencahayaan Lingkungan
Sebuah lingkungan belajar membutuhkan pencahayaan yang menghasilkan pola kecerahan dari permukaan ruangan yang estetis menyenangkan dan yang mendorong persepsi kedalaman yang baik. Iluminasi atau, menggunakan terminologi yang lebih tepat saat ini adalah penerangan, beberapa pengecualian dalam situasi khusus di mana directionality dan pemodelan berdasarkan estetika ruangan merupakan faktor utama (Bennett, 1985). Penggunaan pencahayaan tambahan pada flip chart, peta, model, dll, mengkapitalisasi pada daya tarik alam yang dimiliki orang terhadap daerah terang dalam bidang visual mereka. Penelitian menunjukkan bahwa terjadi pengurangan gangguan dari lingkungan ruang pada saat memberikan pencahayaan tambahan (LaGuisa & Perney, 1973, 1974). dispersi Wide-angle pencahayaan tidak langsung telah terbukti sangat diinginkan. Kontrol pencahayaan sangat penting, terutama ruang yang menampilkan media yang digunakan. Idealnya, seharusnya tidak ada jendela di ruangan yang digunakan terutama untuk pelatihan komputer dan presentasi media. Mereka menghindari cahaya yang tidak diinginkan, panas, dan kebisingan.
Kecerahan merujuk pada nilai persepsi dan telah salah digunakan selama bertahun-tahun, peneliti berarti kecerahan yang diukur dengan fotometrik.Istilah yang lebih disukai untuk kecerahan fotometrik adalah pencahayaan. Ketika rasio kontras pencahayaan yang direkomendasikan terlampaui dengan jumlah yang signifikan, seperti ketika ada terlalu sumber cahaya terang di bidang visual atau ketika specular (cermin) reflectances jatuh pada permukaan layar, maka disebut silau. Silau adalah suatu kondisi cahaya yang membawa tentang ketidaknyamanan dan / atau pengurangan ketajaman visual (Kaufman, 198 1).
- Warna
Warna adalah bagian penting dari kehidupan kita. Hal ini dapat mengubah suasana hati dan penilaian ukuran, berat, dan jarak, dan secara umum meningkatkan kualitas hidup. Banyak tanggapan psikofisik untuk cahaya telah dikaitkan dengan fenomena yang dikenal sebagai chromatic aberration, di mana lensa mata harus secara fisik mengubah bentuk dalam rangka untuk membawa warna yang berbeda ke dalam fokus. Setidaknya satu peneliti (Harmon, 1951) percaya bahwa chromatic aberration adalah dasar fisiologis mungkin untuk efek psikologis warna, yaitu, untuk persepsi kita tentang warna sebagai bentuk merangsang atau santai.
Ketika digunakan dengan benar dan dikombinasikan dengan pencahayaan yang tepat, warna dapat menjadi alat efektif untuk perancang fasilitas. Meskipun beberapa ambiguitas dalam literatur untuk keseragaman tanggapan manusia terhadap warna yang berbeda (Cohen & Trostle, 1990; Mikellides, 1990), secara umum diterima bahwa warna memiliki perilaku yang relatif
- Faktor Kualitas Termal dan Udara
Kenyamanan termal adalah produk dari interaksi banyak.Auliciems (1989) mengutip interaksi faktor-faktor pribadi dan atmosfer seperti tingkat metabolisme seseorang, yang berhubungan dengan tuntutan fisik dari tugas, insulasi pakaian, suhu udara, suhu radiasi dari lingkungan, tingkat pergerakan udara, dan kelembaban atmosfer sebagai kontribusi faktor.Untuk ini, Heijs dan Stringer (1988) menambahkan faktor-faktor pribadi pengetahuan dan pengalaman, jenis kelamin, usia, dan tempat tinggal, serta elemen arsitektur seperti pencahayaan dan perabotan. Sifat pertukaran panas dan kelembaban antara orang dan lingkungan mereka merupakan faktor utama yang mempengaruhi kewaspadaan mental, tingkat kenyamanan, dan efektivitas yang mereka menyelesaikan tugas mereka. Jumlah panas yang diperlukan untuk kenyamanan lingkungan akan bervariasi dengan usia seseorang, tingkat aktivitas fisik, pakaian, dan adaptasi terhadap iklim setempat. Gadis,-pada umumnya, tampaknya lebih suka lingkungan lebih hangat daripada laki-laki, dan anak-anak muda lebih memilih salah satu lebih dingin daripada semua tetapi orang dewasa tertua.
Ada dukungan dalam literatur bagi seseorang untuk menerima bahwa faktor kualitas termal dan udara mungkin adalah elemen lingkungan yang paling penting dalam lingkungan kerja. Suhu tinggi dapat mempengaruhi kinerja berbagai tugas. Radiasi dari matahari juga dapat membantu atau juga sebaga malapetaka terhadap kenyamanan pebelajar. Energi matahari dipancarkan dalam bentuk cahaya melewati jendela kelas dan diserap oleh objek langsung, yang kemudian mengkonversi cahaya menjadi panas, panas ini, pada gilirannya, yang dipancarkan ke seluruh ruangan. Kelas rata-rata seperti rumah kaca, perangkap satu arah untuk radiasi inframerah. Sementara jendela kaca memungkinkan sinar matahari, mereka tidak mengizinkan banyak radiasi panas yang dihasilkan untuk keluar.Panas ini dapat mempengaruhi suhu ruangan secara keseluruhan dan menyebabkan perubahan temperatur yang luas selama satu hari. Kebanyakan yang terkena adalah mahasiswa duduk di samping jendela, yang sebenarnya bisa menerima paparan panas yang berlebihan meskipun suhu ruangan rata-rata tidak di atas normal. . Knirk (1992) mencatat bahwa ketika kelembaban relatif ruangan (RH) naik di atas 70%, itu merusak kinerja manusia. Dia melanjutkan dengan mengutip karya peneliti lain yang menemukan bahwa kelembaban relatif rendah juga mengurangi kualitas pengalaman belajar dan bahwa “pebelajar menghadiri sekolah dengan kelembaban relatif antara 22% dan 26% .
- Sistem Tampilan
Salah satu komponen yang paling penting dari lingkungan belajar, dan khususnya ruang digunakan untuk presentasi media, adalah sistem tampilan. Sistem Tampilan berkisar kecanggihan dari setup dasar yang biasanya termasuk monitor televisi, slide proyektor, dan layar putih. .Sistem agar efektif harus memiliki karakteristik sebagai berikut (Meister et al, 1969.): 1) Tinggi keterbacaan karakter individu dan kelompok bermakna simbol dan kata-kata mudah dikenali. 2). Mudah pendeteksian sinyal lemah di semua rentang layar dan melihat jarak panjang dan pendek 3). Nyaman dan akurat melihat pada setiap sudut pandang yang dibutuhkan 4). Minimum jatuh- off dalam kecerahan gambar di melihat semua sudut 5). Tepat kecerahan kontras resolusi, baik, dan minim distorsi gambar 6). Kualitas yang mendapatkan akurasi pengamat yang tinggi dan waktu respon dalam melakukan fungsi visual 7). Tidak jelas berkedip untuk setiap pemirsa 8). Efektif melihat dalam jangkauan operasi seluruh pencahayaan ambien 9). Respon dengan keterlambatan peralatan yang minim untuk meminta pengguna untuk ditampilkan, seperti dalam sistem pengambilan informasi 10). Tampilan parameter (kecerahan dan kontras) disesuaikan oleh pengguna 11). Sinyal audio kekuatan yang cukup dan kesetiaan untuk memberikan pendengaran yang akurat dan nyaman untuk semua pendengar 12). Suara dan gambar yang tampaknya berasal dari lokasi yang sama 13). Benar kode menampilkan kontrol untuk kemudahan dan akurasi dari operasi 14). Peralatan dan komponen yang dapat dipertahankan dengan di-rumah staf teknis 15). Adaptasi untuk penyertaan perangkat presentasi baru
Sistem tampilan umumnyadigunakan di dalam kelas, auditoria, dan fasilitas presentasi teknis frontand belakang layar proyeksi.Setiap sistem memiliki kelebihan dan keterbatasan. Dalam sistem proyeksi depan, gambar yang dihasilkan oleh refleksi dari layar buram.
- Sistem Kontrol
Dalam lingkungan belajar, instruktur, presenter, dan mahasiswa dihadapkan setiap hari dengan kebutuhan untuk mengoperasikan berbagai jenis kontrol. Beberapa kontrol yang instruktur atau presenter harus berurusan dengan adalah lingkungan, dan termasuk pencahayaan, gorden jendela, atau nuansa, dan, dalam beberapa kasus, termostat kamar. Kontrol lain mereka beroperasi melibatkan presentasi ruangan sistem, seperti proyektor, perekam audio dan video dan pemain, tingkat sistem suara dan keseimbangan, dll Dan lain-lain termasuk yang melibatkan keamanan ruangan dan sistem tenaga listrik. Para pebelajar juga diharapkan untuk mengoperasikan banyak kontrol.Sebagian besar melibatkan pengoperasian peralatan di workstation komputer mereka, yaitu, mouse, tongkat sukacita, scanner optik, dll, atau peralatan audiovisual portabel yang digunakan dalam kegiatan proyek mereka. Dalam merancang atau memilih sistem kontrol, orang perlu diingatkan teori “lokus kontrol”, yang menyatakan bahwa kontrol, sistem serta antarmuka humantechnology lainnya, harus memungkinkan pengguna untuk merasa mengendalikan sistem, dan tidak sebaliknya (Robson & Crelin, 1989). Jika orang yang meyakini ergonomi, adalah untuk berhasil meresepkan lingkungan belajar, ia harus mengarahkan perhatian ke arah desain dari semua elemen di lingkungan leaming, dan itu termasuk sistem yang mengontrol sistem presentasi audiovisual serta fitur ruangan.